Sabtu, 20 September 2014

KISAH BIJAK MAHADENAMUTTA

     Pada suatu hari, Mahadenamutta berjalan-jalan keluar-masuk kampung. Tanpa disadari, ia masuk ke sebuah kampung yang masyarakatnya dungu semua. Mahadenamutta menghentikan langkahnya ketika ia melihat seseorang sedang memotong dahan pohon.

Orang tersebut berada di atas pohon, duduk di dahan yang sedang ia potong dengan goloknya. Sementara itu, anak dan istrinya menunggu di bawah pohon.

“Tuan, hentikan memotong dahan itu. Kamu nanti akan jatuh!” Mahadenamutta mengingatkan orang yang sedang memotong dahan itu.

“Ah, Pak Tua sok tahu!” jawab orang itu dengan ketus.
Dan tak lama kemudian terdengar suara berdebum. Orang yang memotong dahan tadi jatuh bersamaan dengan dahan yang ia potong.

“Kamu harusnya duduk di pangkal dahan, bukan duduk di dahan yang kamu potong!” kata Mahadenamutta sambil menolong orang itu berdiri.

“Pak Tua ternyata orang sakti,” kata orang yang memotong dahan. Ucapan itu didengar oleh anak istrinya, dan juga tetangga yang mulai berkumpul setelah mendengar ada benda jatuh. Sontak, kabar kedatangan Pak Tua yang sakti ke kampung mereka segera tersebar.

Di sudut kampung, terjadi sebuah insiden ada seekor kambing kepalanya masuk ke dalam periuk. Kambing tersebut bermaksud minum air yang ada di dalam periuk tersebut, namun begitu kepalanya masuk, ia tak dapat mengeluarkan kepalanya. Semua orang yang mengetahui insiden tersebut kebingungan, bagaimana cara melepaskan kepala kambing dari periuk itu. Sementara si pemilik kambing dan si pemilik periuk bertengkar mempertahankan masing-masing barang miliknya. Seseorang mengajukan usul, supaya mengadukan ke Pak Tua sakti yang kebetulan sedang berada di kampung mereka.

“Pak Tua tolonglah kami yang sedang mendapatkan musibah berat…,” pemilik kambing dan pemilik periuk pun menceritakan insiden yang terjadi. “Jadi, bagaimana cara melepaskan kepala kambing saya?”
Mahadenamutta terdiam sejenak. "potong saja leher kambingnya!” kata Mahadenamutta mantap.
Tanpa ragu ahirnya mereka memotong leher kambing itu, dan benar saja periuk itu terlepas dari tubuh kambing.

“Horeee!!!!!” Semua yang hadir bersorak gembira. Apa yang dikatakan Pak Tua ternyata betul.
Di tengah sorak-sorai tersebut, pemilik kambing dan pemlilik periuk tertegun karena melihat kepala kambing masih ada di dalam periuk itu.

“Pak Tua, lantas bagaimana cara mengeluarkan kepala kambing dari dalam periuk ini?” tanya mereka.
“Pecahkan periuknya!” kata Mahadenamutta.
Mereka mengambil batu lalu memecahkan periuk itu. Prakk..!! Kepala kambing menggelinding ke tanah.

"Sungguh bijaksana sekali orang tua  itu" kata nya sambil memandang Mahadenamutta yang perlahan-lahan pergi meninggalkan mereka.

-----------------------------------
Terkadang kita harus bersikap bijak dalam mengambil suatu keputusan tanpa memandang apapun itu. Sehingga keputusan itu dianggap adil tanpa memberatkan satu sama lain.

Selasa, 11 Maret 2014

SAYAP YANG KERDIL

    Ini adalah kisah yang dialami oleh sebuah keluarga burung. Si induk menetaskan beberapa telor menjadi burung-burung kecil yang indah dan sehat. Si induk pun sangat bahagia dan merawat mereka semua dengan penuh kasih sayang. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Burung-burung kecil ini pun mulai dapat bergerak lincah. Mereka mulai belajar mengepakkan sayap, mencari-cari makanan untuk kemudian mematuknya.

Dari beberapa anak burung ini tampaklah seekor burung kecil yang berbeda dengan saudaranya yang lain. Ia tampak pendiam dan tidak selincah saudara-saudaranya. Ketika saudara-saudaranya belajar terbang, ia memilih diam di sarang daripada lelah dan terjatuh, ketika saudara-saudaranya berkejaran mencari makan, ia memilih diam dan menantikan belas kasihan saudaranya. Demikian hal ini terjadi seterusnya.

Saat sang induk mulai menjadi tua dan tak sanggup lagi berjuang untuk menghidupi anak-anaknya, si anak burung ini mulai merasa sedih. Seringkali ia melihat dari bawah saudara-saudaranya terbang tinggi di langit. Ketika saudara-saudarnya dengan lincah berpindah dari dahan satu ke dahan yang lain di pohon yang tinggi, ia harus puas hanya dengan berada di satu dahan yang rendah. Ia pun merasa sangat sedih. Dalam kesedihannya, ia menemui induknya yang sudah tua dan berkata, “Ibu, aku merasa sangat sedih, mengapa aku tak bisa terbang setinggi saudara-saudaraku yang lain, mengapa akau tak bisa melompat-lompat di dahan yang tinggi aku hanya bisa berdiam di dahan yang rendah?”

Si induk pun merasa sedih dan dengan air mata ia berkata, “Anakku, engkau dilahirkan dengan sayap yang sempurna seperti saudaramu, tapi engkau memilih merangkak menjalani hidup ini sehingga sayapmu menjadi kerdil.”

-------------------------------------------

Hidup adalah kumpulan dari setiap pilihan yang kita buat. Pilihan kita hari ini menentukan bagaimana hidup kita di masa depan. Kita memiliki kebebasan memilih tetapi setelah itu kita akan dikendalikan oleh pilihan kita, jadi berpikirlah sebelum berbuat, sadari setiap konsekuensi dari pilihan yang kita buat sendiri.

MEJA KAYU


     Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini.

“Kita harus lakukan sesuatu, ” ujar sang suami. “Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.”

Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek. Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.

Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu.

“Kamu sedang membuat apa?”.

Si Anak menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saat aku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan.” Jawab sang Anak melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orang tuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, air mata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orang tua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.

Malam itu mereka mendapat pelajaran yg sangat berharga dari sang anak. Kejadian itu membuat mereka sadar bahwa suatu hari kelak mereka akan tua dan renta, dan mereka akan mengalami hal yg sama. Menyulitkan bagi anak2 mereka kelak.

TAHTA UNTUK SANG PUTERI

     Seorang ayah, kebetulan pengusaha kaya multi-usaha, menghadapi soal yang amat pelik. Siapakah yang harus dipilihnya menjadi President dan CEO menggantikan dirinya memimpin kerajaan bisnisnya yang sudah dibangun susah payah lebih dari setengah abad? Kini usianya sudah berkepala tujuh dan penyakit-penyakit tua sudah mulai menggerogoti dirinya. Ia tahu sebentar lagi dirinya akan mengikuti jejak nenek-moyangnya menuju lorong hidup manusia fana.

Anaknya tiga orang.

Si sulung amat cerdas, meraih MSc. dan MBA luar negeri, ia berselera canggih, senang glamour, ambisius, dan punya pergaulan yang luas di kalangan jet set. Cuma si ayah cukup khawatir karena si sulung ini punya bakat bercumbu dengan bahaya seperti (konon) keluarga Kennedy. Naluri judinya gede, dan niat curangnya pun cukup kuat. Singkatnya, ia cerdas, kreatif, namun lihai dan licin.

Si tengah, lebih hebat lagi. Bergelar PhD. bidang kimia dari universitas beken di Amerika, ia lulus dengan predikat magna cumlaude. Papernya bertebaran di jurnal-jurnal internasional. Bangga sekali hati si ayah yang cuma lulus SMP zaman Jepang. Dia dosen dan peneliti. Dan di perusahaan ayahnya dia menjabat sebagai Direktur Riset dan Pengembangan. Tetapi menjadi CEO, ia terlalu akademis. Kurang cocok dengan bisnis mereka yang kini berspektrum sangat lebar.

Si bungsu, satu-satunya perempuan, cuma lulus S1 dalam negeri. Meskipun sejak lima tahun terakhir ia bergabung dengan usaha ayahnya sebagai Direktur Grup Konsumer, tetapi ia memulai karirnya di perusahaan asing sebagai wiraniaga (marketing executive). Ia merangkak dari bawah hingga 15 tahun kemudian bisa mencapai posisi General Manager. Otaknya kalah brilian dibanding kedua kakaknya. Meskipun cenderung hemat berkata-kata, namun ia menunjukkan bakat memimpin yang baik. Ia mampu mendengar dengan intens. Berbagai pendapat dan gagasan bisa diolahnya dengan dalam. Gaya hidupnya biasa saja. Ia disenangi sekaligus disegani orang karena sikapnya yang fair, jujur, dan mampu merakyat dengan para bawahannya.

Masalah ini menjadi pelik, karena menurut adat-istiadat, si sulunglah pewaris tahta. Dan, ia sangat berambisi untuk itu. Sedang si bungsu, selain paling buncit, perempuan lagi. Jadi ia kalah status, gelar dan gender. Bagaimana jalan keluarnya? Konsultan angkat tangan. Rujukan buku teks tidak ada. Si orang tua itu akhirnya hanya bisa mengandalkan wibawa dan hikmatnya sebagai ayah. Lalu dipanggilnya ketiga anaknya. Dibentangkannya persoalan secara gamblang.Diuraikannya plus-minus setiap anaknya. Dianalisisnya kemungkinan sukses masing-masing memimpin grup usaha itu menuju milenium ketiga. Dialog pun dimulai. Dan si Ayah segera maklum, dead lock akan terjadi.

"Sudahlah, aku akan memutuskan sendiri siapa penggantiku," kata orangtua itu akhirnya. Ketiganya takzim menurut. Seminggu kemudian, si ayah datang dengan sebuah ujian."Barangsiapa bisa mengisi ruang ini sepenuh-penuhnya, maka dialah penggantiku," katanya sambil menunjuk ruang rapat yang cuma terisi empat kursi dan sebuah meja bundar. "Budget maksimum Rp1 juta," tambahnya lagi.

Kesempatan pertama jatuh pada si sulung. Enteng, pikirnya. Besoknya, dipenuhinya ruangan itu dengan cacahan kertas berkarung-karung. Dan memang ruangan itu menjadi padat.
"Bagus, besok giliranmu," kata si ayah kepada anak keduanya.

Duapuluh empat jam kemudian, ruangan itu pun dipenuhinya dengan butiran styro- foam yang diperolehnya dengan menghancurkan bekas-bekas packaging.
"Oke, besok giliranmu," kata sang Ayah menunjuk putrinya. Esoknya, ketika acara inspeksi dimulai, ternyata ruangan masih kosong."Lho, kok kosong?" tanya ketiganya hampir serempak. Sang putri diam saja. Dimatikannya saklar lampu. Dari sakunya dia keluarkan sebatang lilin. Ditaruhnya di atas meja. Lalu disulutnya dengan sebatang korek api.

"Lihat, ruangan ini penuh dengan terang. Silahkan dinilai, apakah ada celah kosong yg tak tersinari," katanya kalem.

Sang Ayah hanya berdecak kagum melihat kecerdasan putrinya. Dan ahirnya ia menunjuk sang putri sebagai pewaris perusahaannya.

PEMENANG KEHIDUPAN


     Suatu hari, dua orang sahabat menghampiri sebuah lapak untuk membeli buku dan majalah. Penjualnya ternyata melayani dengan buruk. Mukanya pun cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan seperti itu. Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual itu. Lantas orang pertama itu bertanya kepada sahabatnya,

“Hei. Kenapa kamu bersikap sopan kepada penjual yang menyebalkan itu?”

Sahabatnya menjawab, “Lho, kenapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak? Kitalah sang penentu atas kehidupan kita, bukan orang lain.”

“Tapi dia melayani kita dengan buruk sekali,” bantah orang pertama. Ia masih merasa jengkel.

“Ya, itu masalah dia. Dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk, dan lainnya, toh itu nggak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur dan mempengaruhi hidup kita. Padahal kitalah yang bertanggung jawab atas diri sendiri.”

-------------------------------

Sahabat... Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau mereka melakukan hal yang buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Kalau mereka tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula pemurah tiba-tiba jadi sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang itu. Coba renungkan, Mengapa tindakan kita harus dipengaruhi oleh orang lain? Mengapa untuk berbuat baik saja, kita harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu? Jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk orang lain kepada kita menentukan cara kita bertindak! Pilih untuk tetap berbuat baik, sekalipun menerima hal yang tidak baik.


"PEMENANG KEHIDUPAN adalah orang yang tetap sejuk di tempat yang panas, tetap manis di tempat yang sangat pahit, tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar, serta tetap tenang di tengah badai yang paling hebat."

Senin, 02 Desember 2013

PAKAIAN KEBAHAGIAAN

     Suatu ketika, tersebutlah seorang raja yang kaya raya. Kekayaannya sangat melimpah. Emas, permata, berlian, dan semua batu berharga telah menjadi miliknya. Tanah kekuasaannya, meluas hingga sejauh mata memandang. Puluhan istana, dan ratusan pelayan siap menjadi hambanya. Karena ia memerintah dengan tangan besi, apapun yang diinginkannya hampir selalu diraihnya. Namun, semua itu tak membuatnya merasa cukup. Ia selalu merasa kekurangan. Tidurnya tak nyenyak, hatinya selalu merasa tak bahagia. Hidupnya, dirasa sangatlah menyedihkan. Suatu hari, dipanggillah salah seorang prajurit terbaiknya. Sang Raja lalu berkata,

“Aku telah punya banyak harta. Namun, aku tak pernah merasa bahagia. Karena itu, aku akan memerintahkanmu untuk memenuhi keinginanku. Pergilah kau ke seluruh penjuru negeri, dari pelosok ke pelosok, dan temukan orang yang paling berbahagia di negeri ini. Lalu, bawakan pakaiannya kepadaku. Carilah hingga ujung-ujung cakrawala dan buana. Jika aku bisa mendapatkan pakaian itu, tentu aku akan dapat merasa bahagia setiap hari. Aku tentu akan dapat membahagiakan diriku dengan pakaian itu. Temukan sampai dapat..!! Dan aku tidak mau kau kembali tanpa pakaian itu. Atau, kepalamu akan kupenggal...!! perintah sang Raja kepada prajuritnya.

Mendengar titah sang Raja, prajurit itupun segera beranjak. Disiapkannya ratusan pasukan untuk menunaikan tugas. Berangkatlah mereka mencari benda itu. Mereka pergi selama berbulan-bulan, menyusuri setiap penjuru negeri. Seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, seperti perintah Raja. Di telitinya setiap kampung dan desa, untuk mencari orang yang paling berbahagia, dan mengambil pakaiannya. Sang Raja pun mulai tak sabar menunggu. Dia terus menunggu, dan menunggu hingga jemu. Akhirnya, setelah berbulan-bulan pencarian, prajurit itu kembali. Ah, dia berjalan tertunduk, merangkak dengan tangan dan kaki di lantai, tampak seperti sedang memohon ampun pada Raja. Amarah Sang Raja mulai muncul, saat prajurit itu datang dengan tangan hampa.

“Kemari cepat!!. “Kau punya waktu 10 hitungan sebelum kepalamu di penggal. Jelaskan padaku mengapa kau melanggar perintahku. Mana pakaian kebahagiaan itu!”

Gurat-gurat kemarahan sang raja tampak memuncak. Dengan airmata berlinang, dan badan bergetar, perlahan prajurit itu mulai angkat bicara.

“Duli tuanku, aku telah memenuhi perintahmu. Aku telah menyusuri penjuru negeri, seluas cakrawala, hingga ke ujung-ujung buana, untuk mencari orang yang paling berbahagia. Akupun telah berhasil menemukannya."

Kemudian, sang Raja kembali bertanya, “Lalu, mengapa tak kau bawa pakaian kebahagiaan yang dimilikinya?"

Prajurit itu menjawab, “Ampun beribu ampun, duli tuanku, orang yang paling berbahagia itu, TIDAK mempunyai pakaian yang bernama kebahagiaan.”

----------------------------

Bisa jadi, memang tak ada pakaian yang bernama kebahagiaan. Sebab, kebahagiaan seringkali memang tak membutuhkan apapun, kecuali perasaan itu sendiri. Rasa itu hadir, dalam bentuk-bentuk yang sederhana, dan dalam wujud-wujud yang bersahaja. Seringkali memang, kebahagiaan tak di temukan dalam gemerlap harta dan permata. Seringkali memang, kebahagiaan, tak hadir dalam indahnya istana-istana megah. Dan, kebahagiaan seringkali memang tak selalu ada pada besarnya penghasilan kita, mewahnya rumah kita, gemerlap lampu kristal yang kita miliki, dan indahnya jalinan sutra yang kita sandang. Seringkali malah, kebahagiaan hadir pada kesederhanaan, pada kebersahajaan. Seringkali rasa itu muncul pada rumah-rumah kecil yang orang-orang di dalamnya mau mensyukuri keberadaan rumah itu. Seringkali, kebahagiaan itu hadir pada jalin-jemalin syukur yang tak henti terpanjatkan pada Tuhan.Sebab, kebahagiaan itu memang adanya di hati, di dalam kalbu ini. Kebahagiaan, tak berada jauh dari kita, asalkan kita mau menjumpainya. Ya... asalkan kita mau mensyukuri apa yang kita punyai, dan apa yang kita miliki.

Minggu, 29 September 2013

KISAH WAK HAJI DAN WAK MODIN

     Dia biasa dipanggil Wak haji oleh warga setempat. Wak haji termasuk orang yang paling kaya di desa itu tapi juga terkenal paling kikir. Usianya sekitar 70an, semenjak 10 th yg lalu ditingggal oleh Sang istri, Wak haji hanya hidup sendiri dan tidak mempunyai seorang anak. Aku sendiri merasa heran, kenapa orang seperti Wak haji yg usianya sudah menjelang senja itu sangat pelit, padahal hartanya banyak, bahkan seorang anak pun ia tak punya. Dalam batinku selalu bertanya, dengan harta yang segitu banyak nya itu, mau dibawah kemana? Jangankan untuk beramal, Warga yg kesusahan mau pinjam uang pun tak pernah dikasih. Dan setiap orang yg butuh mau pinjam uang, dia selalu bilang tak punya, alasan ini lah - itu lah, bukannya ngasih malah menyuruh orang-orang pinjam ke Wak Modin. Setiap kali diminta sumbangan dana untuk pembangunan masjid atau untuk keperluan Desa, yg keluar hanya lembaran seribu. Sumpah.. orang seperti ini kenapa gak mati terkubur dengan hartanya saja. Semua penduduk desa itu banyak yg tak suka dengan Wak haji. Semua orang mencibir jika berpapasan dengannya dijalan. Tapi Wajah tua yg bersahaja itu tetap tersenyum ramah menunjukkan wajah tua yg bijaksana.

Berbeda dengan Wak modin yg sehari-harinya hanya hidup dengan kesederhanaan, hidupnya pas-pasan, bisa dibilang orang miskinlah, tapi terkenal sangat dermawan. Ia suka membantu warga yg kesulitan. Aku benar-benar kagum sama orang yg satu ini. Andaikan Mario teguh tahu, pasti kata-kata nya "SUPER SEKALI" yg fenomenal itu akan di buangnya jauh-jauh ke laut selatan biar dimakan sama ikan hiu dan akan digantinya dengan "SANGAT SUPER LUAR BIASA dan tak hanya sekali". Bagaimana tidak, jika dilihat dari keseharian dari Wak modin yg sangat bersahaja itu, ia terkenal dermawan, bahkan sering kali warga yg tak bisa bayar hutang karena tak mampuh, ia tak pernah memintanya. Malah dengan segala kerendahan hatinya ia menyarankan jika warga yg bener-bener tak mampuh butuh uang, jangan segan-segan datang kerumahnya. Aku sempat mengira kalau Wak modin ini pelihara Tuyul. Coba bayangkan, dalam keseharian ia sangat pas-pasan, tapi sangat royal sama uang. Setiap ada penarikan dana bantuan untuk keperluan desa, ia tak pernah perhitungan untuk mengeluarkan duit. Tapi yg membuat aku heran lagi, kenapa hubungan antara kedua orang ini sangat akrab. Hampir seluruh warga ini tak suka sama Wak haji, tapi kenapa Wak modin ini sangat hormat padanya?.. aneh. Ah.. masa bodoh dengan Wak Haji, salut untuk kepribadianmu Wak Modin yg tak pernah pandang bulu dalam bermasyarakat.

Sebulan kemudian setelah sepeninggal Wak Haji, sepertinya perlahan-lahan terjadi banyak perubahan dalam diri Wak Modin. Dulu ia yg terkenal sangat dermawan suka membantu warga yg kesulitan, kini ia mulai agak pelit. Setiap ditarik iuran atau sumbangan ruwetnya minta ampun, Huft.. sepertinya Mario teguh menyesal pernah mengganti kata-katanya yg fenomenal itu. Kini Wak Modin mulai jadi bahan pembicaraan orang-orang.

Pada hari itu setelah sholat jum'at usai, Wak modin yg biasa menjadi imam dimasjid itu berdiri dihadapan para jama'ah. Ia meminta maaf kepada semua warga, untuk saat ini ia sudah tak bisa memberikan apa yg dibutuhkan oleh warga yg serba kekurangan. Dan satu hal yg membuat semua jama'ah jum'at terkejut adalah pengakuan dari Wak Modin, bahwa selama ini harta yg dia berikan untuk keperluan desa dan untuk membantu semua warga yg membutuhkan adalah harta dari Wak Haji. Bahwa selama ini Wak haji melarangnya untuk memberi tahu kepada siapa pun kalau semua itu adalah pemberian darinya. Bahkan diakhir hayatnya Wak haji sempat berpesan kepada Wak modin untuk tetap merahasiakannya, Namun pada akhirnya Wak Modin sendiri tak bisa selamanya menutupi akan hal itu. Dan pada hari itu juga Wak Modin memberikan semua harta yg telah diwakafkan Wak Haji kepada warga yg tak mampuh dan untuk keperluan Desa.

---------------------------
Sebuah prilaku yg patut dijadikan tauladan. Seperti pepatah "Tangan kanan memberi, tangan kiri tak mengetahui". Sebuah keihklasan tanpa pamrih, meskipun mendapat cemo'ohan, cibiran dari banyak orang, tapi dalam hati tetap tersenyum bangga karena sudah memberikan yg terbaik buat sesama meskipun tanpa harus dihargai. Kita menyadari bahwa penghargaan dari Tuhan adalah yg terbaik melebihi segalanya dari hanya sekedar sanjungan antar sesama. Biarkan Tuhan yg menilai, Kebaikan yg tersembunyi bagaimanapun akan tetap terlihat meski tanpa harus dihargai.